Pagi ini ada yang beda dengan pagi di lima hari kebelakang, selama perjalanan saya. Saya sudah tidak punya uang!!. Untungnya sebelum berangkat saya sudah membeli sekilo Oatmeal dan dua tabung gas portable. Saya kira sudah cukup untuk bertahan beberapa hari mendatang. Ketika saya memeriksa backpack, saya menemukan uang lima ribu rupiah, walau tak seberapa namun setidaknya uang lima ribu ini cukup untuk sarapan pagi dengan nasi putih dan garam.
Setelah sarapan dan berkemas, sayapun bergegas meninggalkan simpang ciboleger untuk melanjutkan perjalanan menuju daerah cijahe yang lokasinya tidak saya temukan di GPS saya. Setelah berjalan sejauh kurang dari 3 kilometer, saya akhirnya mendapatakan tumpangan mobil truck yang menuju ke arah kecamatan bojongmanik. Setibanya di bojonmanik hampir tengah hari. Saya beristirahat di sebuah masjid yang sedang di renovasi. Saya mencoba membuka percakapan dengan warga yang sedang bekerja disana dan juga saya turut serta membantu membawakan beberapa adukan. Para warga banyak bercerita tentang Kecamatan bojongmanik ini. Kecamatan bojongmanik merupakan kecamatan di kabupaten lebak - Banten. lokasi yang jauh dipedalaman serta jumlah penduduk yang terbilang masih sedikit membuat bojongmanik terlihat sepi. Selama hampir satu jam disana, saya tidak melihat adanya kendaraan roda empat yang melintas. Satu hal nilai tambah bagi bojongmanik ini adalah akses jalan yang bagus untuk ukuran daerah terpencil. Saya kira kedepan saya akan membawa sepeda melintasi daerah ini. Setelah menghabiskan pupulur yang diberikan warga, saya kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melintasi jalan yang berkelok serta perkebunan huma milik warga.
Perjalanan menuju Cijahe sepertinya akan menjadi perjalanan yang melelahkan, selama lebih dari dua jam perjalanan dari mesjid tadi, saya tidak menemukan satupun kendaraan roda empat yang melintas. Hampir seperbesar jalan menuju Cijahe adalah tanjakan, jadi lebih dari dua jam ini saya nanjak terus. Setidaknya setiap 15 menit saya berhenti istirahat dan selama istirahat tersebut tak jarang saya menemukan hal-hal yang menarik, terutama ketika ngobrol dengan warga disepanjang perjalanan. banyak yang bertutur terkait adat istiadat didaerahnya masing-masing serta berbagai masalah sosial lainnya.
Menjelang magrib langit mendung, nampaknya tak lama lagi hujan akan turun. Saya yang sudah empat jam berlalu belum menemukan tumpangan. Untuk sejenak saya merebahkan tubuh disebuah pos ronda. Tak lama berselang datang dua orang pemuda dengan sikap arogan mereka mempertanyakan asal usul serta tujuan saya. Dengan tenang saya jawab dengan sebenarnya. Bahwa saya adalah pengelana yang hendak berkunjung ke baduy. Setelah sekitar 15 menit di interogasi akhirnya mereka pergi begitu saja. Saya sedikit menyimpulkan bahwasanya masyarakat terpencil seperti ini masih sangat ber-hati hati dengan orang asing. Padahal waktu itu saya hanya numpang duduk lagipula waktu itu hari masing terang. Berbeda dengan beberapa daerah yang sudah saya kunjungi, misal diwilayah pedalaman Cianjur, Purwakarta dan subang yang rata-rata mereka sangat menghormati pengelana dan selalu ingin tahu cerita-ceritanya.
Menjelang jam sembilan akhirnya saya sampai di Cijahe, setelah berjalan seharian serta diguyur hujan dan kabut sepanjang perjalanan menuu cijahe ini. Setibanya disana saya disambut oleh pemilik warung yang masih buka, juga ada dua orang yang memakai ikat biru yang kemudian saya mengetahui bahwa mereka adalah orang Baduy luar. Dengan baik hati pemilik warung memberikan saya nasi serta ikan asin untuk mengganjal perut dan segelas kopi hitam. Di Cijahe ini saya kembali merasakan belas kasih manusia yang seharusnya. Setelah ngobrol panjang lebar, akhirnya saya bersama dua orang pemuda baduy luar tersebut diantar menuju pos jaga. Saya berencana malam ini akan tidur dan istirahat di pos baduy bersama sekelompok pemuda baduy luar.
Sampurasun urang baduy...
Bersambung...