Dahulu kala di Benua eropa. Dimulailah era Revolusi industri pada abad ke 18 yang merupakan tonggak peradaban masyarakat modern yang berbasis pada industrialisasi, dimana berubahnya sistem kerja manual berganti ke sistem kerja berbasis mesin (baca:Industri).
Dengan adanya hal tersebut tidak hanya menjadikan proses percepatan pembuatan berbagai barang dan atau kebutuhan masyarakat lainnya semakin mudah dan masal namun dibalik itu juga mulai terjadi eklopitasi Sumber daya manusia dan Sumber Daya alam secara besar-besaran. Yang kemudian menjadikan bangsa eropa kekurangan/krisis sumber daya manusia dan alamnya. Maka dimulailah bangsa eropa menjelajah diberbagai pelosok belahan dunia yang menjadikan awal zaman kolonialisme (penjajahan).
Semangat awal dari revolusi industri untuk memudahkan kehidupan manusia namun akhirnya hanya menjadi alat untuk melakukan penindasan dan penghisapan sumber daya manusia dan sumber daya alam terhadap bangsa yang dianggap inferior oleh mereka bangsa yang menganggap dirinya superior. Era kolonialisme terus berlalngsung selama beberapa abad sampai berakhir pada abad ke 20 yang diteruskan dengan era kapitalisme. Industri pada era kapitalisme di dominasi oleh industri ekstraktif terutama di sektor minerba yang merupakan barang penting atau biasa dikenal dengan istilah "Emas Hitam". Di Indonesia tonggak eksploitasi Minerba di awali dengan hadirnya FREEPORT di tanah papua.
Manusia memang tidak bisa tidak lepas dari konsumsi hasil bumi yang telah di ekstark tersebut. Kebutuhan sandang, Pakan dan Papan yang memang kebutuhan fundamental manusia modern notabene merupakan hasil dari industri ekstarktif dan atau industri pertambangan. Lantas kemudian dengan adanya eklopitasi sumber daya alam dan eksploitasi sumber daya manusia yang maha dahsyat tersebut menjadikan industri pertambangan sebagai musuh nyata kita masyarakat modern?
Jika memang masyarakat modern memiliki ketergantungan akan industri pertambangan, apakah ada cara yang menjadikan industri pertambangan tidak menindas baik secara ekologi maupun sosial?
Tentu saja jawabannya tidak sederhana. Ada berbagai hal dan faktor yang yang saling berkaitan baik secara sosial, politik, ekonomi dan juga budaya.
Sebagai contoh adalah masalah industri pertambangan yang ada di selatan kabupaten karawang. Penulis pertama kali mengetahui dan bersentuhan dengan masalah di selatan karawang tersebut pada awal 2010. Penulis bersama beberapa kawan lainnya melakukan pendampingan dan pengorganisiran terhadap petani-petani yang ada di sekitar wilayah gunung Sirnalanggeng yang di eksploitasi oleh PT. Atlasindo Utama. Hasil tambang Gunung Sirnalanggeng merupakan ektarktif dari batu andesit (Sirtu, Basecourse dan lainnya).
Awal penelitian kami fokus terhadap dampak pertambangan seperti Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA), Pencemaran Lingkungan, Kekeringan dan Kerugian Petani akibat kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh ledakan dinamit yang mengakibatkan rusaknya tanaman petani di sekitar gunung atlasindo.
Sebelum adanya Penambangan yang dilakukan oleh Atlasindo di gunung sirnalanggeng sebelumnya juga sudah dilakukan penambangan secara tradisional oleh masyarakat sekitar dengan teknologi sederhana. Kurangnya perhatian negara (Pemerintah daerah) terhadap kondisi ekonomi masyarakat sekitar gunung sirnalanggeng terutama petani menjadikan masyarakat sekitar melakukan penambangan. Sekitar tahun 2017 atlasindo memulai ekpolitasi di gunung sirnalanggeng tentunya dengan teknologi modern yang mampu mengekploitasi hasi tambang secara masal dan masyarakat yang sebelumnya melakukan pertambangan secara tradisional berubah menjadi buruh tambang di PT. Atlasindo Utama tersebut bahkan jumlah serapan tenaga buruhnya mencapai ratusan.
Setelah melakukan pendampingan dan pengorganisiran selama berbulan-bulan kami akhirnya akhirnya menyimpulkan langkah-langkah kedalam tiga langkah tuntutan.
Tentunya tuntutan tersebut bukan lahir dari mimpi di siang bolong atau sikap pragmatis. Namun banyak faktor yang melatarbelakangi sebagai sebuah kesatuan utuh dalam sebuah kesimpulan.
Point pertama yang menjadi pertimbangan kami tentu saja nasib buruh tambang yang menjadi hal yang cukup pelik pada saat itu bagi kami. Ketergantungan masyarakat sekitar dan juga masyarakat luar daerah lainnya yang bekerja disana tidak bisa dengan serta merta diputus begitu saja mata rantai ekonominya yang telah lama berlangsung tersebut. Namun tentunya harus juga di rumuskan solusi terbaik bagi keberlangsungan kehidupan "Manusia" yang ada di dalamnya. tentunya dalam hal ini negera dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang mesti menjamin keberlangsungan ekonomi masyarakat yang ada di dalam industri pertambangan tersebut. Kami pada saat itu merekomendasikan "Pengambil-alihan" Industri Pertambangan Gunung Sirnalanggeng agar menjadi aset daerah dalam bentuk BUMD. tentunya dengan syarat tanpa harus merusak lingkungan dan kehidupan sosial yang ada di sekitarnya.
Point kedua yang menjadi usulan kami adalah peningkatan ekonomi masyarakat terutama petani yang merupakan kelompok mayoritas disana baik secara Modal, teknologi dan akses pasar. Untuk mewujudkan poin kedua tersebut lagi-lagi Negara dalam hal ini pemerintah daerah yang harus bertanggangung jawab. Sebagaimana tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Point ketiga yang menjadi pertimbangan kami adalah ketergantungan Manusia terhadap hasil industri pertambangan yang kini tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder namun sudah menjadi kebutuhan primer. Terutama untuk pembangunan infrastruktur jalan, Irigasi, Rumah Tempat tinggal, sarana dan prasarananya. Dalam abad ke 21 ditengah gencarnya pembangunan, Kita, sebagai bangsa yang ber asaskan Pancasila dimana pada butir kelima menyatakan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" tegas Negara dalam hal ini mesti memberikan jaminan keadilan sosial bagi rakyatnya dan tidaklah memihak segelintir pihak (Perusahaan yang menindas).
Melihat latar belakang tersebut penulis kira kita harus melihat dari berbagai aspek sehingga menjadi sebuah kesimpulan utuh. dan tidak mengabaikan salah satunya.
Jika memang masyarakat modern memiliki ketergantungan akan industri pertambangan, apakah ada cara yang menjadikan industri pertambangan tidak menindas baik secara ekologi maupun sosial?
Tentu saja jawabannya tidak sederhana. Ada berbagai hal dan faktor yang yang saling berkaitan baik secara sosial, politik, ekonomi dan juga budaya.
Sebagai contoh adalah masalah industri pertambangan yang ada di selatan kabupaten karawang. Penulis pertama kali mengetahui dan bersentuhan dengan masalah di selatan karawang tersebut pada awal 2010. Penulis bersama beberapa kawan lainnya melakukan pendampingan dan pengorganisiran terhadap petani-petani yang ada di sekitar wilayah gunung Sirnalanggeng yang di eksploitasi oleh PT. Atlasindo Utama. Hasil tambang Gunung Sirnalanggeng merupakan ektarktif dari batu andesit (Sirtu, Basecourse dan lainnya).
Awal penelitian kami fokus terhadap dampak pertambangan seperti Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA), Pencemaran Lingkungan, Kekeringan dan Kerugian Petani akibat kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh ledakan dinamit yang mengakibatkan rusaknya tanaman petani di sekitar gunung atlasindo.
Sebelum adanya Penambangan yang dilakukan oleh Atlasindo di gunung sirnalanggeng sebelumnya juga sudah dilakukan penambangan secara tradisional oleh masyarakat sekitar dengan teknologi sederhana. Kurangnya perhatian negara (Pemerintah daerah) terhadap kondisi ekonomi masyarakat sekitar gunung sirnalanggeng terutama petani menjadikan masyarakat sekitar melakukan penambangan. Sekitar tahun 2017 atlasindo memulai ekpolitasi di gunung sirnalanggeng tentunya dengan teknologi modern yang mampu mengekploitasi hasi tambang secara masal dan masyarakat yang sebelumnya melakukan pertambangan secara tradisional berubah menjadi buruh tambang di PT. Atlasindo Utama tersebut bahkan jumlah serapan tenaga buruhnya mencapai ratusan.
Setelah melakukan pendampingan dan pengorganisiran selama berbulan-bulan kami akhirnya akhirnya menyimpulkan langkah-langkah kedalam tiga langkah tuntutan.
- Tuntutan Ganti Rugi
- Tuntutan Infrastrukur
- Tuntutan Utama (Tutup atlasindo ganti dengan pertambangan daerah yang pro terhadap lingkungan dan sosial)
- Tuntutan Ganti Rugi
- Tuntutan Infrastruktur
- Tuntutan Utama (Tutup atlasindo ganti dengan industri yang pro terhadap lingkungan dan sosial).
Tentunya tuntutan tersebut bukan lahir dari mimpi di siang bolong atau sikap pragmatis. Namun banyak faktor yang melatarbelakangi sebagai sebuah kesatuan utuh dalam sebuah kesimpulan.
Point pertama yang menjadi pertimbangan kami tentu saja nasib buruh tambang yang menjadi hal yang cukup pelik pada saat itu bagi kami. Ketergantungan masyarakat sekitar dan juga masyarakat luar daerah lainnya yang bekerja disana tidak bisa dengan serta merta diputus begitu saja mata rantai ekonominya yang telah lama berlangsung tersebut. Namun tentunya harus juga di rumuskan solusi terbaik bagi keberlangsungan kehidupan "Manusia" yang ada di dalamnya. tentunya dalam hal ini negera dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang mesti menjamin keberlangsungan ekonomi masyarakat yang ada di dalam industri pertambangan tersebut. Kami pada saat itu merekomendasikan "Pengambil-alihan" Industri Pertambangan Gunung Sirnalanggeng agar menjadi aset daerah dalam bentuk BUMD. tentunya dengan syarat tanpa harus merusak lingkungan dan kehidupan sosial yang ada di sekitarnya.
Point kedua yang menjadi usulan kami adalah peningkatan ekonomi masyarakat terutama petani yang merupakan kelompok mayoritas disana baik secara Modal, teknologi dan akses pasar. Untuk mewujudkan poin kedua tersebut lagi-lagi Negara dalam hal ini pemerintah daerah yang harus bertanggangung jawab. Sebagaimana tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Point ketiga yang menjadi pertimbangan kami adalah ketergantungan Manusia terhadap hasil industri pertambangan yang kini tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder namun sudah menjadi kebutuhan primer. Terutama untuk pembangunan infrastruktur jalan, Irigasi, Rumah Tempat tinggal, sarana dan prasarananya. Dalam abad ke 21 ditengah gencarnya pembangunan, Kita, sebagai bangsa yang ber asaskan Pancasila dimana pada butir kelima menyatakan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" tegas Negara dalam hal ini mesti memberikan jaminan keadilan sosial bagi rakyatnya dan tidaklah memihak segelintir pihak (Perusahaan yang menindas).
Melihat latar belakang tersebut penulis kira kita harus melihat dari berbagai aspek sehingga menjadi sebuah kesimpulan utuh. dan tidak mengabaikan salah satunya.
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dari pengalaman selama melakukan pengorganisiran dan pendampingan masyarakat di gunung Sirnalanggeng.